Mengutip Bloomberg, Selasa (8/3/2016), rupiah dibuka di angka 13.130 per dolar AS, menurun jika dibandingkan dengan penutupan kemarin yang ada di angka 13.084 per dolar AS.
Sepanjang pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.106 hingga 13.166 per dolar AS. Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah menguat 4,65 persen.
Berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah melemah ke 13.128 per dolar AS. Sebelumnya, BI mematok rupiah di angka 13.029 per dolar AS.
Hingga kemarin, rupiah terus menguat selama 13 hari berturut-turut sehingga ikut mendorong penguatan di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Ekonom Mizuho Bank Ltd Singapura, Vishnu Varathan, menjelaskan penguatan tersebut lebih disebabkan spekulasi. Oleh karena itu harus diteliti lebih dalam lagi apakah rupiah memang seusai dengan fundamentalnya. "Harus dilihat apakah penguatan tersebut memang akan terjadi secara jangka panjang atau hanya instan," jelas dia.
Pemerintah Indonesia juga tidak berharap rupiah semakin perkasa karena harga produk dalam negeri kian mahal. Dampaknya, produk dalam negeri tidak bisa bersaing dengan produk negara lain.
"Tentu kita tidak ingin terlalu kuat di atas fundamentalnya," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution.
Meski tak menyebut level fundamental rupiah, Darmin mengaku, penguatan kurs rupiah dipicu derasnya aliran modal masuk (capital inflow) dari para investor yang menilai Indonesia sebagai negara tujuan investasi yang menjanjikan.
"Secara global, kecenderungan negara maju menurunkan tingkat bunga. Rupiah walaupun turun, masih relatif tinggi, tapi pertumbuhan ekonomi kita dianggap tidak turun malah membaik. Sehingga para pemilik dana menganggap investasi di Indonesia menjanjikan, uangnya masuk ke sini dan rupiah menguat," jelas dia. (Gdn/Ahm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar