Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota DPR RI dari
Fraksi Partai Golkar, Budi Supriyanto sebagai tersangka kasus dugaan
suap penggiringan proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR).
Ketua DPR RI Ade Komarudin mengatakan, pihaknya menyerahkan
sepenuhnya kasus itu kepada lembaga antirasuah. Dia berharap kasus hukum
tak dicampuradukkan dengan urusan politik.
"Enggak boleh campur hukum dengan politik, harus independen jalankan
tugasnya," kata pria yang akrab disapa Akom di Gedung DPR RI, Senayan,
Jakarta.
Politikus Partai Golkar itu menyebutkan, pihaknya tengah berusaha
keras untuk mengatasi masalah korupsi di parlemen secara sistemik. Jika
memang tak bisa menghilangkan, setidaknya aturan baru itu bisa
meminimkan aksi korup para wakil rakyat.Prihatin terhadap kejadian yang berulang, pria yang akrab disapa Akom
ini mencari cara untuk mengurangi kasus serupa. Dia mengaku bahwa
menghilangkan kasus korupsi anggota dewan tidak mungkin.
"Kalau
untuk menghilangkan saya yakin tidak bisa tetapi kalau meminimalisr
pastinya bisa. Kami sedang berupaya secara sistemik dari sistem yang
ada supaya tidak berikan peluang kepada anggota dewan melakukan tindak
pidana korupsi," ungkap politikus Golkar ini.
"Salah
satunya yang kami pikir adalah pembahasan anggaran di Banggar itu harus
dilakukan secara terbuka pada publik," ucap Akom.
"Saya dengan teman-teman berusaha keras secara sistemik, berusaha
untuk menghilangkan, walau mungkin tidak bisa (menghilangkan korupsi),
kalau meminimkan pasti bisa, berupaya secara sistemik membuat peraturan,
agar ada mekanisme tidak memberikan peluang untuk korupsi," sebutnya.
Sistem yang dimaksudnya adalah, membuat pembahasan di badan anggaran
(Banggar) bisa diakses oleh publik. Hal itu diyakini dapat meminimalisir
aksi kongkalikong dari berbagai pihak.
"Misalnya kita akan lihat tatib, mungkin juga MD3 dibuat dari sana
dan atau salah satunya. Pembahasan anggaran di Banggar terbuka ke publik
sehingga nani bukan hanya teman dewan saja tahu proses pembahasan tapi
juga publik," kata dia.
Selain itu, Akom juga meminta agar sikap transparan juga dilakukan
oleh lembaga pemerintah dan swasta. "Saya memikirkan scara sistemik,
dengan pihak lainpun kita lakukan upaya kalau bisa menghilangkan, kalau
tidak meminimalisir (korupsi)," tutupnya.
Sebelumnya, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati
mengatakan, dari pemeriksaan saksi dan alat bukti tersebut, Budi diduga
menerima hadiah atau janji dari CEO PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul
Khoir, agar PT WTU dapat memenangkan proyek di Kementerian PUPR.
Atas perbuatannya, Budi disangkakan melanggar Pasal 12a /12b atau
Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tidak
pidana korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto
Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar