Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyarankan pemerintah menerapkan
langkah yang sudah semestinya dalam memberikan izin penyedia jasa online
secara lebih luas. Sebab, Indonesia saat ini masih didominasi ekonomi
tradisionil.
Hal ini dikatakan terkait unjuk rasa ratusan sopir taksi di Balai
Kota DKI Jakarta, yang menuntut agar pemerintah menutup penyedia jasa
taksi online.
“Jangan sampai berkembangnya sektor modern membunuh sektor
tradisionil. Misal pasar tradisional dihabisi mall supermarket. Jasa
konvensional dihabisi online. Nggak boleh gitu cara berpikir pemerintah,
harus melindungi dan sosialisasi. Siapa tahu pemain lama mau migrasi ke
modern itu,” ujar Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Fahri menuturkan, pemerintah seharusnya mengontrol penyedia jasa
online maupun ojek aplikasi yang sebenarnya telah melanggar
undang-undang. Ini menjadi ketidakbijaksanaan pemerintah yang terlalu
meliberalisasi ekonomi.
“Sebenarnya langgar UU dasar. Karenanya pemerintah harus memproteksi
warga negaranya. Jangan dibiarin masuk alat kompetisi yang menyebabkan
banyak korban. Inilah jeleknya pemerintah sekarang ini, karena adopsi
liberalisasi ekonomi tidak secara bijaksana,” cetusnya.
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah harus meregulasi ulang undang-undang
transportasi sebagai turunan dari Undang-undang Dasar. Bukan hanya
mengeluarkan perpres, pp atau peraturan lainnya yang berpihak pada
pemilik modal.
“Harus mengarah ke sektor tradisional karena itu lah Indonesia masih didominasi sektor tradisionil,” katanya.
Menyinggung haruskah jasa online dihentikan, Fahri menilai yang
terpenting tak ‘mematikan’ jasa tradisional seperti ojek konvensional
maupun taksi konvensional. Dalam hal ini pemerintah harus mengatur
penggunaan jasa online.
“Jasa online tidak boleh membunuh jasa tradisionel. Ini yang harus
disosialisasi pemerintah. Apakah nanti pindah ke modern atau
keberadaannya itu tidak saling ganggu. Ruang geraknya dibikin cluster
biar tidak saling memakan,” tandasnya.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan telah mengirim surat kepada
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang berisi
permintaan pemblokiran aplikasi transportasi online di Indonesia.
Juru
bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail Cawidu juga
membenarkan tentang surat permohonan tersebut. "Surat tersebut betul
ditandatangani oleh Menteri Perhubungan," kata Ismail.
Lantas, apa alasan Kemenhub meminta Kemenkominfo untuk memblokir kedua aplikasi transportasi tersebut?
Menurut
surat bernomor AJ/ 206/1/1 PHB 2016 bertanggal 14 Maret 2016 itu, aplikasi transportasi dianggap melanggar Undang-undang sebagai berikut:
- UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
- UU nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- UU nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Selain
itu, salah satu aplikasi transportasi juga dinilai menyalahi Keputusan Presiden RI Nomor
90 Tahun 2000 tentang Perwakilan Perusahaan Asing, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik.
Kemenhub menganggap khasus salah satu aplikasi transportasi startup tersebut melanggar peraturan sebagai berikut:
-
Pelanggaran terhadap pasal 138 ayat 3 UU nomor 22 tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan angkutan umum dan/atau
barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum.
-
Pelanggaran terhadap pasal 139 ayat 4 UU nomor 22 tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan penyediaan jasa angkutan
umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- Pelanggaran terhadap pasal 173 ayat 1
tentang angkutan jalan menyatakan perusahaan angkutan umum yang
menyelenggarakan angkutan dan/atau barang wajib memiliki izin
penyelenggaraan angkutan.
- Pelanggaran terhadap pasal 5 ayat 2
UU nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan Penanaman
Modal Asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum
Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia,
kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
- Pelanggaran
terhadap Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 tahun 2000
tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing dan Surat Keputusan Kepala
BKPM nomor 22 tahun 2001 bahwa Uber Asia Limited sebagai KPPA sesuai
dengan pasal 2 Keputusan Kepala BKPM nomor 22 tahun 2001, KPPA tidak
diperkenankan melakukan kegiatan komersial, termasuk transaksi jual beli
barang dan jasa di Indonesia dengan perusahaan atau perorangan, tidak
akan ikut serta dalam bentuk apapun dalam pengelolaan sesuatu
perusahaan, anak perusahaan atau cabang perusahaan yang ada di
Indonesia.
- Tidak bekerja sama dengan perusahaan angkutan umum
yang resmi akan tetapi bekerja sama dengan perusahaan ilegal maupun
perorangan.
- Menimbulkan keresahan dan konflik di kalangan pengusaha angkutan resmi dan pengemudi taksi resmi.
- Berpotensi semakin menyuburkan praktek angkutan liar (ilegal) dan angkutan umum semakin tidak diminati.
Kini,
nasib aplikasi transportasi akan ditentukan oleh panel yang dibentuk
oleh tim Kemenkominfo. Panel yang dimaksud adalah panel yang membidangi
masalah perdagangan (transaksi elektronik) ilegal.Tim panel akan
mengadakan rapat dan hasilnya akan memberikan rekomendasi kepada
Menteri Kominfo Rudiantara terkait permohonan pemblokiran tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar